Sejak pertengahan 2017, gerakan #MulaiTanpaSedotan mulai terdengar dari dua restoran ayam cepat saji ternama di Indonesia, yaitu KFC dan McDonald’s. Sebagai restoran pertama yang menggaungkan gerakan ini, KFC memiliki tujuan mengurangi sampah plastik yang biasa digunakan pelanggan mereka. Ini terjadi mengingat ada beberapa produknya yang menggunakan sedotan sebagai pelengkap menunya. Dilansir dari CNN, banyak sampah sedotan plastik yang terdapat di produk minuman tersebut yang dibuang ke laut. Ini berdampak pada kerusakan terumbu karang dan kekeruhan air laut.
Setahun setelahnya, McDonald’s juga melakukan hal serupa dengan mengusung tajuk #MulaiTanpaSedotan. Dilansir dari situs resminya, mereka memutuskan untuk tidak menyediakan dispenser sedotan di seluruh gerai mereka secara serentak. Namun begitu, peniadaan sedotan ini “tidak berlaku untuk semua jenis minuman.” Ada beberapa menu minuman yang tetap menggunakan sedotan karena tanpanya pelanggan akan kesulitan untuk mengonsumsi.
Secara global, gerakan yang dikenal dengan #NoStrawMovement ini mulai didengar oleh Singapura dan Hongkong, lalu Filipina dan Australia dan diterapkan ke gerai-gerai makanan dan minumannya. Negara-negara ini dapat dikatakan menjadi perintis yang memulai gerakan tanpa sedotan di antara negara lainnya di dunia.
Sebenarnya, gerakan serupa juga pernah digalakkan di awal abad ke-21, yaitu gerakan tanpa kertas, yang mendorong masyarakat untuk mengurangi penggunaan kertas (dan tisu). Kedua gerakan ini menjadi isu paling seksi yang berputar di kalangan komunitas pencegah pemanasan global.
Qureta mengingatkan bahwa luas hutan Indonesia adalah 109 juta hektar pada tahun 2003, dan pada tahun 2010 telah menyusut hingga 44,4%. Penurunan ini terjadi karena “banyak orang Indonesia yang boros menggunakan kertas.” Selain kertas, tisu juga dianggap salah satu komoditi yang paling banyak dikonsumsi dan membawa dampak buruk terhadap lingkungan.
Bahannya yang terbuat dari kertas bubur membuatnya memiliki kualitas ketahanan yang sama dengan kertas biasa. Baik kertas maupun tisu mendukung perusakan hutan dan salah satu solusinya adalah dengan “mencetak dokumen dengan menggunakan soft copy.”
Berangkat dari solusi tersebut, Moka terdorong untuk menggalakkan sebuah kampanye sosial yang ditujukan untuk para merchant dan UKM Indonesia. Kampanye ini mendorong para pelaku usaha untuk menggunakan struk pembayaran digital setiap kali transaksi dan menghemat penggunaan kertas. Selain mendukung visi pemerintah untuk mewujudkan Indonesia bebas sampah pada tahun 2020, kampanye ini juga bisa membantu meningkatkan transparansi pembelian dari segi bisnis.
Dengan mengirimkan struk pembayaran digital melalui SMS atau surel, pelanggan tentu bisa melacak histori pembelian jauh lebih mudah dibandingkan struk kertas. Mereka tidak perlu repot mencari struk yang tersimpan di dompet ketika butuh mengeceknya kembali, ditambah mereka bisa menghemat lebih banyak ruang di dompet untuk menyimpan barang lain.
Pada akhirnya, dengan kampanye ini, Moka berharap untuk meningkatkan kesadaran dari tidak hanya para pelanggan merchant Moka tetapi juga masyarakat secara umum terhadap kesehatan lingkungan. Dari kacamata bisnis, di satu sisi, kampanye ini bisa berpengaruh terhadap para pelaku bisnis; bahwa menyiapkan berim-rim kertas hanya untuk mencetak struk pembayaran itu boros biaya dan tidak ramah lingkungan.
Di sisi lain, pelaku bisnis dan pelanggan juga bisa lebih sadar akan pentingnya menghemat penggunaan kertas untuk struk mereka; bahwa mereka bisa melacak riwayat pembelian mereka untuk merekap penjualan atau melakukan pembukuan secara rutin. Sehingga, dengan gerakan sosial ini, pelaku bisnis dan pelanggannya bisa mendukung visi pemerintah Indonesia untuk merealisasikan gagasan “Indonesia Bebas Sampah” di 2020 mendatang.
Jadi, apakah Anda sudah siap untuk menjadi bagian dari gerakan ini?