Menjelang lebaran, salah satu hal yang paling dinanti bagi para pekerja adalah tunjangan hari raya atau THR. Tunjangan ini biasanya diberikan dalam bentuk uang dengan jumlah tertentu, bergantung pada gaji karyawan tertentu. Meskipun jumlahnya berbeda-beda tiap orang, kehadiran THR tetap dinanti mendekati lebaran. Mengapa demikian? Karena momen lebaran bukan hanya tentang merayakan “ujian” satu bulan penuh berpuasa. Momen ini bukan hanya tentang segala sesuatu yang serba baru. Entah itu bentuknya materiil atau imateriil.
Bentuk materiil yang baru termasuk kebutuhan sandang dan papan. Ini bisa berwujud pakaian, aksesoris, alat kebutuhan rumah tangga, dan alat elektronik. Sementara itu bentuk imateriil yang baru termasuk kondisi pikiran dan hati yang baru. Ini bisa tercermin dalam tutur kata dan pola pikir yang tidak sempit dan berorientasi di luar dirinya. Untuk mencapai keduanya, tentu dibutuhkan sesuatu yang bisa mendorong mereka untuk semangat. Dan salah satu pendorong tersebut adalah dengan dukungan uang. Meskipun Anda sebagai pemilik bisnis bisa memberikan tunjangan dalam bentuk lain, namun kebanyakan orang memilih uang sebagai bentuk tunjangan utama.
Mengapa THR penting bagi karyawan?
Tapi, sebentar dulu. Bagaimana bisa uang mengubah kondisi pikiran dan hati seseorang? Satu caranya adalah dengan terus mengasah kemampuan diri dan belajar. Ini dilakukan dengan mengikuti kelas-kelas, menghadiri lokakarya, dan membaca buku. Yang menariknya, sekarang, orang-orang sudah memiliki akses yang lebih terbuka dengan hadirnya internet. Sejumlah platform untuk belajar seperti Youtube, Coursera, atau portal-portal berita online sudah menjadi keseharian masyarakat milenial. Dan untuk mendapatkan akses tersebut, tentu dibutuhkan paket data atau kuota internet, yang hanya bisa dibeli dengan menggunakan uang.
Selain itu, mengasah kemampuan diri bisa juga dilakukan dengan bertemu orang-orang. Momen lebaran menyediakan waktu dan tempat yang cukup memadai untuk melakukan itu. Setelah berpuasa mungkin kita jarang bertemu dengan orang-orang terdekat dan bertanya kabar mereka, lebaran menjadi saat yang tepat untuk saling bercerita. Namun begitu, yang menariknya, di saat momen lebaran, momen berkumpul dengan keluarga tentu tidak hanya dihabiskan dengan bermaaf-maafan atau bercerita panjang lebar, tetapi juga banyak saudara-saudara kecil kita yang meminta “amplop.” Tentu saja, kalau sudah begini, Anda harus menyempatkan untuk menyisihkan sebagian harta Anda untuk memuaskan keinginan saudara-saudara kecil Anda tersebut.
Siapa yang tahu, kemudahan ini ada saudara atau kerabat Anda yang sudah lama ingin sekali membeli barang tertentu, namun belum terlaksana karena tidak ada uang. Dengan bantuan uang THR ini, tentu saja Anda tidak hanya membantu mereka mencapai tujuan mereka tersebut untuk memuaskan keinginan mereka. Tetapi juga Anda menunjukkan pada saudara-saudara Anda bahwa Anda peduli dengan mereka. Kedua hal ini bisa dikatakan merupakan pencapaian penting yang dikejar saat momen lebaran: yaitu saling memberi dan saling peduli. Tanpa keduanya, tentu kehadiran Anda akan tidak ada bedanya dengan momen-momen lain di bulan sebelumnya.
Itulah mengapa, kehadiran THR bagi para pekerja merupakan sebuah aset yang berharga tidak hanya bagi pengembangan diri si individu pekerja tersebut, tetapi juga bagi orang-orang di sekitarnya yang mungkin membutuhkan hartanya lebih dari ia membutuhkan hartanya sendiri. Namun begitu, ternyata masih banyak para pemilik bisnis, khususnya UMKM atau yang memiliki bisnis sendiri, yang belum akrab dengan THR dan tata cara penghitungannya. Itulah mengapa, di artikel ini, kami akan membahas terkait panduan lengkap menghitung THR dan pentingnya THR bagi kesejahteraan bisnis, karyawan Anda, dan orang-orang di sekitarnya.
Apakah THR hanya berlaku untuk karyawan muslim saja?
Salah satu pertanyaan yang mungkin terbersit bagi Anda pemilik bisnis adalah apakah uang THR ini harus diberikan hanya kepada karyawan muslim saja? Mengingat THR sendiri saja kepanjangannya mencakup “Hari Raya,” yang jelas-jelas mengindikasikan bahwa ini adalah momen untuk kaum muslim. Namun, apakah hal ini berarti karyawan Anda yang non-muslim tidak bisa mendapatkan THR juga? Jawabannya tentu tidak. Terlepas dari penamaan THR sebagai sejumlah uang yang diberikan untuk hari raya idulfitri, ia tetap berlaku untuk semua karyawan, apapun kepercayaan yang dianutnya.
Mengapa begini? Apakah tidak ada peraturan atau undang-undang dari pemerintah yang meregulasikan distribusi THR ini? Tentu ada, namun pertanyaan ini akan dibahas lebih lanjut di bagian selanjutnya. Lagi pula, apa bedanya jika THR diberikan kepada karyawan yang tidak menganut agama Islam? Seperti yang sudah diingatkan di awal tulisan, bahwa lebaran adalah momen kebersamaan. Ini berarti siapapun bisa menikmati momen ini tanpa dia harus mengimani agama tertentu. Dengan begitu, bisa dikatakan momen lebaran ini adalah momen yang agak berbeda dari hari raya lainnya seperti Paskah, Waisak, atau Deewapali.
Siapa yang tahu bahwa ada karyawan Anda yang ingin ikut merayakan momen lebaran dengan melakukan aktivitas sosial seperti berbuka bersama dengan anak panti asuhan atau menyumbang makanan untuk acara ngeliwet bersama keluarga atau tetangga. Tentu saja, meskipun mereka sebagai penyelenggara atau penyumbang sesuatu, tentu mereka membutuhkan tunjangan berupa uang. Meskipun jika jumlah uang sumbangan atau pengadaannya relatif tidak terlalu besar, tunjangan tersebut tentu akan membawa perubahan dan pengaruh yang luar biasa bagi keberlangsungan aktivitas sosial tersebut.
Jadi, jika Anda memiliki karyawan yang menganut agama Kristen, Kong Huchu, atau Hindu, tidak ada alasan bagi Anda untuk tidak memberikan mereka THR juga. Ketika mereka sudah tergolong sebagai karyawan sebuah perusahaan, Anda harus melihat mereka sebagai sumber daya dan bukan kaum-kaum yang mempercayai agama tertentu. Dengan berpandangan seperti ini, Anda tidak hanya menghargai mereka sebagai manusia dan sumber daya perusahaan, tetapi juga menyadarkan mereka bahwa Anda dan perusahaan Anda memiliki nilai keterbukaan bagi semua agama.
Namun begitu, satu hal yang perlu dicatat juga adalah bahwa pemberian THR bagi karyawan non-muslim pada saat lebaran ini masih diperbincangkan. Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Permenaker) No. 6 tahun 2016 pasal 5 ayat 1 menyebutkan bahwa “ada kalanya karyawan mendapatkan THR tidak pada hari raya keagamaan tertentu, tetapi di hari keagamaannya masing-masing atau yang lain.” Sebagai solusinya, keputusan pemberian THR ini ditetapkan antara pengusaha dan karyawannya, dan keputusan tersebut harus tertulis jelas dalam perjanjian kerja bersama atau peraturan perusahaan. Sehingga, ketika sudah mulai waktu bekerja, karyawan tersebut dan pengusaha tersebut tidak kebingungan lagi.
Apakah ada undang-undang pemerintah yang mengatur THR?
Lalu, apakah pemerintah sudah memikirkan pendistribusian THR? Apakah benar semua karyawan terlepas dari agama mereka berhak mendapatkan uang THR? Dalam Permenaker No. 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Buruh/Pekerja di Perusahaan, tertera bahwa “setiap orang yang mempekerjakan orang lain dengan imbalan upah, wajib membayar THR baik itu berbentuk perusahaan, yayasan, perorangan, atau perkumpulan.” Yang jelas, peraturan pembayaran THR ini berlaku untuk seluruh karyawan dengan status kerja apapun, baik karyawan tetap, kontrak, atau paruh waktu.
Dari peraturan tersebut, sudah jelas bahwa pemerintah tidak membeda-bedakan karyawannya berdasarkan agama atau kepercayaan yang dianutnya. Ini dapat menambahkan jawaban terhadap pertanyaan sebelumnya, yang mempermasalahkan apakah karyawan non-muslim berhak juga mendapatkan THR. Sekarang, jika Anda adalah seorang karyawan yang tidak menganut agama Islam, tentu Anda bisa mendiskusikan masalah ini dengan atasan Anda. Karena Anda lebih dari berhak untuk mendapatkan tunjangan sebagaimana karyawan lainnya.
Kapan seharusnya THR diberikan?
Berdasarkan peraturan pemerintah Indonesia tahun 2016, THR seharusnya diberikan “paling lambat tujuh hari sebelum Idulfitri atau hari raya keagamaan lain.” Mengapa tujuh hari? Karena agar karyawan memiliki waktu yang cukup lama untuk menghabiskannya untuk keperluan masing-masing. Waktu satu minggu ini tentu sangat berharga bagi mereka yang merayakan lebaran. Orang-orang sudah mulai kembali ke kampung halamannya, meramaikan pusat perbelanjaan, atau sekadar nongkrong di tempat-tempat hiburan. Belum lagi, jika misalnya ada karyawan Anda yang tiba-tiba memutuskan untuk pulang kampung seminggu sebelum lebaran.
Waktu seminggu ini bisa dikatakan paling ideal untuk memberikan uang THR. Anda tidak pernah tau rencana karyawan Anda untuk menghabiskan seminggu atau dua minggu terakhir di bulan Ramadan. Jika misalnya mereka tiba-tiba ingin pulang kampung dan membeli tiket transportasi, setidaknya mereka masih memiliki waktu untuk berpikir ulang dan mendapatkan harga yang lebih murah dibandingkan ketika mereka memesan tiket dua hari sebelum lebaran atau sehari setelahnya.
Atau sebaliknya; jika anggota keluarga mereka di kampung memutuskan untuk main ke kota besar untuk mengunjungi karyawan dan menghabiskan waktu lebaran bersama di sana. Tentu saja, mereka harus pandai-pandai menjamu keluarga mereka dengan sebaik-baiknya. Dan uang THR ini adalah aset yang tepat untuk melakukan itu, tanpa harus menghabiskan uang pribadi atau tabungan mereka selama ini.
Bagaimana menghitung THR untuk karyawan kontrak?
Karyawan kontrak memiliki posisi yang menarik dibandingkan jenis karyawan lainnya. Posisinya yang terikat dan cenderung memiliki pakem dari segi waktu ini, membuatnya memiliki peraturan sendiri terkait cara menghitung THR. Khususnya untuk UMKM, di mana karyawan sering sekali datang dan pergi dalam waktu kurang dari satu tahun atau bahkan enam bulan. Jika Anda perhatikan usaha-usaha menengah seperti laundry rumahan atau toko kosmetik di pusat perbelanjan, karyawan yang bertugas hampir selalu berubah setiap beberapa bulan. Perubahan yang cepat ini mempengaruhi jumlah THR yang akan mereka dapatkan untuk lebaran.
Jika Anda memiliki karyawan kontrak yang hanya akan bekerja sampai enam bulan atau satu tahun ke depan, berikut adalah ketentuan yang perlu Anda camkan untuk penghitungan THR mereka. Dilansir dari Sleekr, yang pertama adalah peraturan pemerintah. Menurut Permenaker yang mengatur pemberian THR di bagian sebelumnya, karyawan kontrak masuk dalam dua jenis peraturan, yaitu Perjanjian Kerja untuk Waktu Tertentu (PKWT). Di sana, yang termasuk Pekerja Waktu Tertentu adalah:
- Sifatnya sementara atau bahkan sekali selesai;
- Pekerjaan yang diperkirakan akan selesai dalam waktu maksimal tiga tahun;
- Pekerjaan yang bersifat musiman; atau,
- Berhubungan kegiatan baru, produk baru, atau produk tambahan yang masih dalam proses percobaan
Jika karyawan Anda memenuhi keempat poin di atas, dan hubungan kerja karyawan tersebut berakhir pada setidaknya tiga puluh hari sebelum hari raya keagamaan tiba, ia tidak berhak mendapatkan THR.
Berapa jumlah THR yang berhak diberikan karyawan?
Jumlah THR untuk karyawan ini dibagi berdasarkan lama kerja karyawan tersebut. Menurut Permenaker No.6/2016 pasal 3 ayat 1, lama kerja karyawan yang dimaksud dibagi menjadi dua:
- Karyawan yang telah bekerja dua belas bulan terus menerus atau lebih
- Karyawan yang telah bekerja satu bulan terus meneurs tapi kurang dari dua belas bulan
Untuk kategori pertama, mereka berhak mendapatkan THR sebesar satu bulan upah. Sementara di kategori kedua, mereka berhak dapat THR sesuai masa kerja dengan perhitungan: masa kerja/12 x 1 bulan upah. Untuk menghitung dengan contoh studi kasus konkret, Anda bisa membaca artikel ini.
Setelah mengetahui cara menghitung THR karyawan berdasarkan masa kerja, dan khususnya karyawan kontrak atau tidak tetap, Anda sebagai pelaku usaha tentu bisa membagikan uang THR dengan lebih akurat dan tidak asal. Informasi ini juga penting jika Anda adalah menjadi karyawan di sebuah perusahaan. Jika Anda penasaran mengapa Anda tidak mendapatkan THR atau uang THR yang Anda dapatkan tidak sesuai dengan penghitungan Anda, maka Anda bisa menanyakannya kepada pihak yang bersangkutan atau membicarakannya dengan atasan Anda.
Jadi, sudah siap hitung-hitung THR dengan benar?